Monday, January 22nd, 2018 at 3:19 am
Abstrak. Di pedalaman wilayah administratif Kabupaten Barito Selatan ditemukan sejumlah tinggalan arkeologi berupa keriring, tebela, dan balontang. Masyarakat penghuni Cekungan Barito bagian utara meyakini bahwa tinggalan tersebut milik masyarakat Bawo. Informasi tentang masyarakat Bawo sangat minim, karena populasinya sedikit, nomaden dan menyendiri. Bertolak dari informasi tersebut, maka dilaksanakan penelitian survei-eksploratif yang difokuskan pada identitas, karakteristik, dan tipologi peralatan tradisional masyarakat Bawo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Bawo memiliki kerterkaitan psikologis dengan masyarakat Lawangan. Namun, ternyata selama sepuluh tahun terakhir karakeristik masyarakat Bawo menunjukkan perubahan yang signifikan, terutama setelah memeluk agama baru. Peralatan tradisional
yang masih bertahan sampai sekarang berkaitan erat dengan perladangan, pencarian ikan, dan manifestasi sistem kematian.
Kata kunci: Bawo, identitas, karakteristik, peralatan tradisional, kubur, gunung, Lawangan, Benuaq
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 4 Nomor 1 tahun 2010, hlm. 102-126
Penulis: Hartatik
Posel: tati_balar@yahoo.com.
Monday, January 22nd, 2018 at 3:17 am
Abstrak. Salah satu kota di Kalimantan Timur yang dibangun oleh Belanda sebagai infrastruktur tambang minyak adalah Tarakan. Unsur tata kota Tarakan dipengaruhi oleh semangat revolusi industri Eropa, sehingga membuatnya berbeda dengan tata kota urban tradisional Nusantara. Pola pikir arsitek Belanda yang dilatar belakangi kepentingan pertambangan minyak bumi, tidak lagi dikaitkan dengan unsur magisreligius, tetapi lebih mendasarkan pada rasionalitas kebutuhan suatu masyarakat yang modern. Situasi politik di Tarakan saat pendudukan Belanda pun sangat mewarnai bangunan yang dibangun di Tarakan. Penelitian ini membahas tata kota Tarakan dengan menggunakan pendekatan induktif yang dilaksanakan dengan metode survei lapangan dan didukung oleh wawancara penduduk yang menjadi saksi sejarah. Hasil kajiannya adalah bahwa konsep pembangunan kota ‘peradaban Barat’ di Tarakan yang diwarnai oleh teknologi maju yang selaras dengan penggunaan teknologi sarana dan prasarana yang mendukung tambang minyaknya. Pada awalnya, pola keruangan kota dikembangkan sesuai dengan meningkatnya tuntutan sosial kota, namun menjelang pertengahan abad ke-20 Masehi lebih difokuskan pada aspek pertahanannya terhadap serangan Jepang.
Kata kunci: tata kota, Tarakan, tambang minyak, revolusi industri Eropa, politik, arsitektur, Bataafse Petroleum Maatschappij
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 4 Nomor 1 tahun 2010, hlm. 69-101
Penulis: Nugroho Nur Susanto
Posel: nugi_balarbjm@yahoo.com
Monday, January 22nd, 2018 at 3:04 am
Abstrak. Sintang dan Ketapang merupakan dua daerah yang berbeda fisiografisnya, namun sama-sama mengandung tinggalan arkeologis yang melimpah. Penelitian di Sintang dan Ketapang ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi lengkap potensi arkeologi Islam di Kabupaten Sintang dan Ketapang di Provinsi Kalimantan Barat. Sasaran penelitiannya adalah bangunan atau struktur, pemukiman, dan toponimi. Penelitian ini menggunakan pendekatan induktif-deskriptif yang dilaksanakan dengan observasi langsung di lapangan, baik dengan teknik survei maupun ekskavasi, yang didukung oleh wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peradaban di Sintang dan Ketapang tidak saja berasal dari masa pengaruh kebudayaan Islami, namun dapat ditarik sampai ke masa pre-Islam atau masa Hindu-Buddha. Selain itu, kesamaan kedua daerah ini adalah posisi pusat pemerintahan yang sekaligus menjadi lokasi pengawasan lalu-lintas perdagangan ntara daerah pedalaman dan pesisir.
Kata kunci: sisa bangunan, pemukiman, toponimi, kebudayaan Islami, Hindu-Buddha, kolonial, pusat pemerintahan,
perdagangan
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 4 Nomor 1 tahun 2010, hlm. 44-68
Penulis: Bambang Sakti Wiku Atmojo
Posel: bambang.wiku@yahoo.com
Monday, January 22nd, 2018 at 3:02 am
Abstrak. Sejumlah arca batu ditemukan di antara fragmen struktur batu dalam Gua Gunung Kombeng di hutan hujan tropis terpencil di Muara Wahau. Patung-patung ini awalnya dilaporkan oleh Bosch dalam bukunya yang berjudul Midden-Oost Borneo pada 1927 dan diidentifikasi sebagai pantheon Hindu. Tradisi lisan Salasilah Kutai menyebutkan bahwa pernah ada Kerajaan Hindu di Daerah Aliran Sungai Mahakam, yang melarikan diri ke hulu setelah diserang oleh sebuah Kerajaan Islam yang berkedudukan di pesisir timur Kalimantan. Para pengungsi Kerajaan Hindu tersebut memecahkan diri menjadi dua kelompok yaitu, ke hulu di bagian barat, dan ke bagian utara menembus Kedang Kepala, Muara Wahau, dan Sungai Pantun. Informasi tersebut sangat menarik, karena tidak ada inskripsi ataupun kronik asing yang menyebutkan peristiwa tersebut. Penelitian ini membahas karakteristik arca-arca batu dan struktur batu di Gua Gunung Kombeng untuk memahami kronologi dan eksistensinya dalam gua. Selain itu, juga mengidentifikasi berlangsungnya budaya para pendukung arca batu Gua Gunung Kombeng di masa lalu. Dengan demikian, penelitian memakai pendekatan induktif yang dilaksanakan dengan pengamatan langsung di lapangan. Hasil kajian adalah pemahaman telah terjadinya sinkretisme budaya Siva-Buddha pasca abad ke-13 Masehi pada arca-arca tersebut. Fitur lain yang menarik adalah kecenderungan pengrajin untuk lebih mengutamakan nilai-nilai intrinsik daripada visualisasi fisik pantheon.
Kata kunci: Hindu-Buddha Pantheon, yupa, Salasilah Kutai, Mulavarmman, Kutai Kertanegara, Pantun, Martapura, axis-mundi, sinkretisme
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 4 Nomor 1 tahun 2010, hlm. 13-43
Penulis: Vida Pervaya Rusianti Kusmartono
Posel: vidapervaya@yahoo.com
Monday, January 22nd, 2018 at 2:56 am
Abstrak. Kawasan karst di Kabupaten Berau memiliki kandungan sejarah perkembangan kebudayaan prasejarah yang tinggi. Jejak-jejak kehidupan manusia yang ditemukan dalam gua atau ceruk berupa sisa-sisa aktivitas hunian ataupun seni-religius. Berdasarkan informasi penduduk tentang ditemukannya gambar cadas dalam gua-gua Berau, maka dilakukan penelitian arkeologi. Penelitian ini memakai pendekatan induktif, sedangkan pengumpulan data dilakukan melalui survei dan ekskavasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh potensi gua-gua tersebut dalam upaya memahami karakteristik peradaban karst Berau. Hasil penelitian menunjukkan adanya penghuni temporer dalam Liang Bloyot Bawah dan penghunian yang lebih intensif di Liang Abu. Namun demikian, ditemukan pula tradisi penguburan berlanjut di Ceruk Badak. Di pihak lain, aktivitas seni-religius ditemukan di Liang Bloyot Atas dan Liang Ara.
Kata kunci: lingkungan karst, Berau, gua, ceruk, aktivitas hunian, gambar cadas, Tanjung Mangkalihat
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 4 Nomor 1 tahun 2010, hlm. 1-12
Penulis: Bambang Sugiyanto
Posel: bsugiyanto67@gmail.com
Monday, January 22nd, 2018 at 2:52 am
Abstrak. Pada akhir abad ke-19, sumber minyak bumi ditemukan di kawasan timur Kalimantan, yaitu di Sanga Sanga, Tarakan, dan Balikpapan. Kuantitas minyak yang sangat melimpah mendorong Belanda dan Jepang berlomba-lomba menguasai ketiga tambang tersebut dan demi keunggulan persaingan ekonomi dunia. Sebagai akibatnya, infrastruktur pertambangan dan sistem pertahanan milik Belanda dan Jepang dibangun di lingkungan zona pertambangan. Tulisan ini membahas peranan Balikpapan dalam industri perminyakan masa okupasi Belanda dan Jepang di Indonesia, serta bentuk struktur pertahanannya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan sejarah kebudayaan. Hasil kajian menunjukkan bahwa Balikpapan menjadi basis manajemen industri minyak bumi selama masa kolonial Belanda dan Jepang. Dengan demikian, di Balikpapan tidak hanya ditemukan infrastruktur industri minyak, melainkan fasilitas kota untuk mendukung kehidupan sosial pegawainya, dan fasilitas militer untuk menjaga keamanan dan ketertiban kota.
Kata kunci: banua patra, Bataafsche Petroleum Maatschappij, sumur Mathilda, Australia, Shell, Pertamina, pembantaian Balikpapan
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 5 Nomor 1 tahun 2011, hlm. 85-105
Penulis: Nugroho Nur Susanto
Posel: nugi_balarbjm@yahoo.com
Monday, January 22nd, 2018 at 2:50 am
Abstrak. Singkawang, yang terletak di pesisir pantai barat Kalimantan, memiliki posisi yang strategis yang memungkinkannya menjadi salah satu daerah tujuan para pedagang asing yang berlayar melalui Selat Karimata. Sekitar abad ke-18 Masehi, selain pedagang, perantau dari Cina juga datang ke wilayah ini dan membuat koloni di pesisir. Namun, oleh karena hasrat utama para perantau Cina adalah mencari emas, kemudian terjadi pergeseran tempat tinggal mereka ke daerah pertambangan emas di pedalaman. Setelah deposit emas mulai menurun, dilaporkan bahwa pada awal abad ke-19 Masehi banyak penambang Cina yang beralih mata pencaharian di bidang pertanian dan usaha tanaman perdagangan, dan kembali
bermukim di daerah pesisir. Keberadaan komunitas Cina yang memiliki profesi pedagang di Singkawang menyebabkan kawasan ini lambat laun berkembang menjadi daerah dagang yang mashur. Tulisan ini mendiskusikan lokasi pemukiman Cina awal berdasarkan data arkeologis dan etnografis untuk memperoleh gambaran kehidupan komunitas pada masa lalu di Singkawang dan perkembangannya. Studi pemukiman ini dilaksanakan dengan penalaran induktif-deskriptif, sedangkan pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik survei yang didukung oleh studi pustaka dan wawancara. Hasil studi ini memberikan pemahaman bahwa pemukiman Cina tua terpusat di sejumlah lokasi yang berkaitan erat dengan jenis mata pencahariannya. Namun, pemukiman yang paling awal terdapat di sekitar muara Sungai Singkawang, yaitu kawasan pelabuhan kapal-kapal saudagar emas yang mengumpulkan kiriman emasnya dari Monterado.
Kata kunci: pemukiman, Cina, tambang emas, mata pencaharian, perdagangan, kongsi, tempat peribadatan
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 5 Nomor 1 tahun 2011, hlm. 69-84
Penulis: Ida Bagus Putu Prajna Yogi
Posel: bagoesbalar@gmail.com
Monday, January 22nd, 2018 at 2:40 am
Abstrak. Kawasan Pegunungan Müller menyediakan sumber daya alam yang menguntungkan kelangsungan hidup manusia yang bermukim di kawasan itu sejak dulu hingga kini. Dengan demikian, diasumsikan bahwa akan ditemukan banyak peninggalan arkeologi di kawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan penalaran induktif. Pengumpulan data di lapangan dilakukan dengan teknik survei, sedangkan kajian artefak dan situsnya bersifat eksplikatif. Data yang terkumpul sangat beragam dengan karakteristik prasejarah, masa okupasi Belanda, dan kebudayaan yang masih berlangsung sampai saat ini. Selain itu, kajian situs menunjukkan adanya dua tipe situs, yaitu komponen tunggal berupa pemukiman, dan komponen jamak berupa pemukiman sekaligus perbengkelan.
Kata kunci: sumber daya alam, kawasan Pegunungan Müller, prasejarah, okupasi Belanda, kebudayaan asli, pemukiman, perbengkelan
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 5 Nomor 1 tahun 2011, hlm. 149-68
Penulis: Ulce Oktrivia
Posel: u_oktrivia@yahoo.com
Monday, January 22nd, 2018 at 2:35 am
Abstrak. Pada masa prasejarah, manusia memanfaatkan ceruk-payung gamping sebagai tempat huniannya. Pemilihan gua bukanlah aktivitas yang acak, melainkan cerminan perilaku sosial manusia dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, lokasi hunian harus berada di kawasan yang menyediakan sumber daya alam yang melimpah sepanjang masa, terutama air. Di Kalimantan bagian tenggara, terdapat rangkaian Pegunungan Meratus yang potensial memberikan data pemukiman prasejarah. Sejumlah penelitian hunian prasejarah telah dilakukan di kawasan tersebut. Penelitian yang dilakukan kali ini ditujukan untuk mengetahui karakteristik situs Ceruk Bangkai. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan penalaran induktif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survei dan ekskavasi. Temuan alat batu dan sisa alimentasi di teras ceruk mengindikasikan bahwa pernah ada aktivitas penghunian oleh manusia yang mempraktekkan teknologi mesolitik dan neolitik. Namun, informasi yang lebih komprehensif tentang identitas manusia penghuni Ceruk Bangkai, apalagi sistem sosial dan sistem budayanya, belum diketahui.
Kata kunci: ceruk payung, alat batu, alimentasi, teknologi mesolitik, teknologi neolitik, okupasi gua, Gua Babi, Awang Bangkal
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 5 Nomor 1 tahun 2011, hlm. 28-48
Penulis: Bambang Sugiyanto
Posel: bsugiyanto96@gmail.com
Monday, January 22nd, 2018 at 2:28 am
Abstrak. Peneliti arkeologi Indonesia mengakui Awang Bangkal sebagai salah satu situs paleolitik yang signifikan di Kalimantan. Penelitian pada pertengahan kedua abad ke-20 berhasil menemukan kapak perimbas di sekitar aliran Sungai Riam Kanan di Kalimantan Selatan. Pada penelitianabad ke-21, situs-situs tua tersebut tidak dapat ditemukan lagi, karena sebagian besar badan Sungai Riam Kanan telah tenggelam akibat pembangunan waduk pembangkit listrik. Namun, perbukitan di sekitarnya yang mengandung sumber batuan masih terpelihara. Penelitian 2012 dilakukan dengan mengunakan metode deskriptif analitik dengan penalaran induktif. Analisis penelitian yang digunakan adalah analisis khusus (specific analysis) dan analisis site-catchment-area. Hasil penelitian menunjukkan di kawasan Awang Bangkal telah berkembang kebudayaan yang memiliki karakteristik teknologi paleolitik dan neolitik. Di lain pihak, locus sampel batuan menunjukkan bahwa area jelajah manusia prasejarah di kawasan lembah Sungai Riam Kanan yang menyediakan sumber daya alam untuk mendukung kelangsungan hidup manusia.
Kata kunci: kawasan Awang Bangkal, kawasan Riam Kanan, sumber daya alam, sumber batuan, teknologi paleolitik, teknologi neolitik, analisis khusus, analisis pola cakupan wilayah, zona jelajah, pemukiman
Sumber: Berita Penelitian Arkeologi Volume 5 Nomor 1 tahun 2011, hlm. 1-27
Penulis: Nia Marniati Etie Fajari
Posel: niamarniatief@yahoo.com